Minggu, 18 Desember 2011

Spektrum dan Garis Perjuangan IPNU

Nilai Perjuangan

IPNU adalah tonggak awal perjuangan NU, dimana IPNU adalah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama' maka Bapak-bapak NU harus sadar dan mengerti itu, tapi tidak sekedar tahu dan mengerti bahwa IPNU adalah Tonggak Awal Perjuangan dan generasi penerus NU. maka para sesepuh NU seharusnya memperhatikan dan mendidik mengayomi serta mengasuhnya dengan baik kalau tidak mau kader-kader NU diasuh oleh orang lain. NU sekarang sudah terlena dengan itu semua dan lebih fokus kedalam dunia perpolitikan, baik ikut serta dalam pengurus Partai politik maupun pendukung partai politik, pemilihan walikota / bupati, gubernur DPRD, DPR, dan Pilprres serta banyak lagi.

Di samping aspek politik di atas, terdapat juga aspek lainnya yang mungkin lebih mendasar. Aspek tersebut adalah aspek truth claim (klaim kebenaran). Aspek ini merupakan nilai yang paling utama bagi perlunya kita berjuang untuk NU. Truth claim dalam tubuh NU adalah keyakinannya tentang kebenaran ajaran Islam ala ahlussunah wal jam’ah (Aswaja). Nilai ini sudah tidak mungkin bisa ditawar lagi kebenarannya. Karena nilai ini adalah prinsip dasar dalam setiap gerak NU. Atas dasar nilai itulah, NU harus terus berjuang untuk tetap eksis dan mampu membuktikan kebenarannya.

Nilai yang di usung NU ini, mau tidak mau menjadi ancaman tersendiri bagi beberapa kalangan yang tidak sepaham dengan NU, yang memang embrio pertentangannya sudah lama terbangun semenjak puluhan tahun yang lalu. Atas hal tersebut kemudian wajar jika NU selalu dijadikan lawan bagi kelompok-kelompok yang berseberangan tersebut.

Dua aliran besar yang selalu berseberangan dengan nilai-nilai yang di usung NU. Yang pertama, aliran Islam Wahabi. Islam Wahabi selalu menganggap NU telah mengotori Islam dengan nilai-nilainya. Bagi mereka NU sudah menyalahi Islam, hal tersebut terbukti dengan banyaknya nilai-nilai yan diusung NU yang bagi mereka masuk dalam kategori Bid’ah seperti Tahlilan, Nuju Bulan, Selametan, Bedug, dll.

Islam Wahabi sangat keras menentang NU. Dalam setiap gerakannya, mereka selalu menyudutkan NU sebagai Islam yang keliru dan salah, yang mengandung banyak unsur TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat). Bagi mereka hal tersebut harus dikikis habis dari dunia Islam di Indonesia. Atas dasar itulah yang kemudian selalu menjadi pemicu pertentangan antara kalangan NU dan kalangan Islam Wahabi.

Yang kedua, aliran komunis. Dalam hal ini termanifestasikan dalam bentuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada awalnya pertentangan yang terjadi antara PKI dengan NU disebabkan oleh persaingan politik. Namun, pasca digulirkannya kebijakan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) oleh Soekarno, pertentangan tersebut meluas menjadi pertentangan Ideologi dan nilai. Bagi PKI, NU adalah ancaman terbesar dalam penyuksesan manifesto politiknya di tingkatan akar rumput. Karena NU merupakan salah satu partai yang mayoritas basis massanya berasal dari kalangan akar rumput. Dari sinilah kemudian terjadinya perang nilai antara PKI dan NU.

IPNU lahir di samping karena adanya berbagai faktor terutama faktor politik, juga dikarenakan tuntutan zaman yang memang untuk konteks saat itu mengharuskan IPNU untuk hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Gagasan awal IPNU lahir, di samping sebagai wadah komunikasi dan memperkuat solidaritas antar pelajar di lingkungan NU, IPNU juga menjadi wadah bagi kalangan santri pesantren dan remaja-remaja santri untuk bersama-sama memperjuangkan nilai-nilai NU.

Sejatinya memang, bahwa nilai-nilai yang harus dibawa oleh IPNU saat pertamakali disahkan pada tanggal 24 Februari 1954, adalah di samping sebagai wadah bagi pelajar, remaja dan santri NU, IPNU juga diharapkan mampu membangun bangsa ini melalui peningkatan sumber daya manusianya (SDM), pendidikan dan pengamalannya (ilm bil amalin) serta sebagai pengawal nilai-nilai NU di tingkatan komunitas pelajar, santri dan remaja demi kemaslahatan bangsa Indonesia.( Sambutan KH.M Ilyas, pada Muktamar IPNU ke III di Cirebon, 1958)

Lebih dari setengah abad IPNU mampu melewati setapak demi setapak jalan sejarahnya. Selama itu pula IPNU telah membuktikan eksistensinya dan kontribusinya dalam keikutsertaannya menata sejarah bangsa ini. Jatuh, bangun, goyah dan kemudian bangkit kembali semuanya merupakan bagian dari perjalanan panjang IPNU lebih dari setengah abad yang lalu.

Banyak hal yang telah dilakukan oleh IPNU, baik untuk NU, untuk umat Islam dan untuk Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sejarah Bangsa telah mencatat bahwa dalam setiap moment apapun pasca Pemilu 1955, IPNU selalu turut serta ikut andil di dalamnya. Dari permasalahan sosial kebangsaan, budaya, pendidikan hingga pada permasalahan politik, IPNU selalu aktif untuk memberikan kontribusinya.

IPNU setia menjadi benteng terdepan bagi NU di wilayah pengkaderan dan pengawalan nilai perjuangan NU yakni Islam ala ahlussunah wal jama’ah, guna membendung pengaruh dari kalangan yang anti terhadap NU (Wahabi dan Komunis). Hal tersebut dilakukan IPNU melalui upaya-upaya pemberian kesadaran kepada pelajar-pelajar tentang pemahaman hakikat dari Islam sebagai agama yang rahmat bagi semesta. Kemudian upaya-upaya pemakmuran masjid dan musholla dengan mengaktifkan kegiatan tradisi ke-NU-an (Mujahadah, Marhabanan dan Ratiban). Dan juga upaya-upaya pemberian kesadaran pada santri-santri pesantren tentang kaidah-kaidah interkoneksitas antara ilmu agama dan ilmu umum.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh KH. Wahab Hasbullah pada IPNU. Agar IPNU mampu menjadi media penghubung bagi dikotomi (pemisahan) keilmuan yang terjadi antara ilmu agama (Pesantren) dan ilmu umum, agar tercapai suatu keserasian di antaranya. Dan IPNU juga, harus bisa berperan aktif dalam dunia kepemudaan dan kependidikan di Indonesia, agar IPNU bisa menjadi contoh yang baik bagi generasi muda NU di masa-masa yang akan datang.

NU, IPNU dan Tantangan Kekinian

Untuk konteks kekinian, pasca membaca rentetan sejarah panjang dari perjalanan NU dan IPNU tersebut. Warisan-warisan pertentangan lama akan selalu hadir untuk mengancam eksistensi NU maupun IPNU. Hal tersebut terbukti pada konteks sekarang ini. Seperti terjadinya penyusupan dan penggembosan kader-kader di wilayah basis NU. Contohnya adalah kasus menurunnya loyalitas ke-NU-an di titik-titik basis NU di Sumatera Utara (Tapanuli), Palembang, Banten, Jakarta, Banjarmasin, dan masih banyak daerah lainnya. Kemudian terjadinya perebutan masjid-masjid NU di beberapa wilayah. Contoh untuk wilayah Jabotabek dalam waktu 10 tahun terakhir ini, tercatat hampir ribuan Masjid, Musholla, Pesantren dan Majlis Ta’lim yang dulu berhaluan dan loyal dengan NU, kini telah beralih dan tidak mau disebut sebagai bagian dari NU.

Atas dasar tersebut, maka wajar apabila tantangan bagi NU maupun IPNU untuk konteks kekiniaan semakin berat. Kasus-kasus di atas terjadi bukan karena semakin melemahnya kita, tetapi lebih dikarenakan kelalaian pengawalan yang seharusnya dilakukan secara istiqomah baik oleh NU maupun IPNU. Di samping itu gerakan-gerakan aliran-aliran yang berseberangan dengan kita itu (neo-wahabi), semakin lama semakin sistematis, solid dan matang. Sedangkan untuk kita sendiri hal tersebut sangat lambat untuk disadari.

Maraknya aliran-aliran baru yang bertentangan dengan NU, yang mereka semua merupakan note bene wujud dari sebuah gerakan neo wahabi (wahabi model baru). Sedikit banyak telah mangancam NU dan merugikan NU. Mereka dengan kemasan Islam yang cantik dan loyalitas kesimbolannya, telah mampu menipu banyak mata dari kalangan NU itu sendiri.

Gerakan mereka tertata dan sistematis, bukan hanya pada tataran agama saja mereka bergerak. Tetapi juga pada tataran kepemudaan, pelajar dan sosial kemasyarakatan. Mereka mampu menyuguhkan kemasan-kemasan Islam yang manis dan cantik, walaupun Islam yang sepihak dan berparadigma versi mereka.

Namun, tantangan inilah yang mau tidak mau harus sesegera mungkin disikapi. Baik itu oleh kalangan struktural NU dan Banom-banomnya, juga dari kalangan kultural NU yang memang masih peduli terhadap nasib NU di masa yang akan datang.

Atas dasar itu semua, PP IPNU bermaksud untuk memulai bergerak untuk mensikapi tantangan-tantangan tersebut. Dan sudah menjadi suatu kewajiban bagi setiap pihak untuk bisa membantu dan membackup secara bersama-sama gerakan perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran ini, demi kembalinya kejayaan NU dan Umatnya.

Tiga Titik Sasaran IPNU

Tiga titik sasaran yang menjadi prioritas utama IPNU sebagai upaya mensikapi tantangan kekiniaan.

Penguatan dan pengawalan kembali terhadap Sekolah-Sekolah sebagai basis dari gerakan IPNU untuk Pelajar. Dengan asumsi bahwa sekolah sebagai landasan dasar bagi pelajar dalam upayanya memahami nilai-nilai keilmuan. Dalam konteks sekolah umum, maka yang harus disikapi pertamakali adalah dengan maraknya gerakan ROHIS sebagai media pembinaan keislaman bagi kalangan pelajar yang selama ini telah didominasi oleh kalangan mereka.

Penguatan dan pengawalan kembali terhadap Pesantren-Pesantren sebagai basis gerakan IPNU untuk Santri. Dengan asumsi bahwa terdapat beberapa pesantren yang hanya sekedar mampu mengajarkan tradisi-tradisi ke-aswajaannya saja, tapi tidak dibarengi dengan pengawalan ke-NU-annya. Ada beberapa kasus yang menimpa alumni pesantren yang setelah tersusupi oleh gerakan mereka menjadi lupa dan meninggalkan ajaran-ajaran yang didapatnya dari pesantren, bahkan ada diantaranya yang kemudian menghujat dan menyesal karena telah belajar agama dari pesantren.

Penguatan dan pengawalan kembali terhadap Masjid-Masjid dan Mushalla sebagai basis gerakan IPNU untuk Remaja Santri di tiap Ranting. Dengan asumsi bahwa Masjid dan Musholla selama ini menjadi media terdekat antara struktur dan kultur. Dari masjid inilah upaya-upaya transformasi nilai, pengawalan dan dakwah akan bisa lebih teroptimalkan.



Penguatan dan pengawalan kembali dari ketiga titik tersebut, diharapkan mampu membangun kembali loyalitas dan kesadaran tentang arti penting dari perjuangan nilai-nilai kebenaran NU yang berisi ajaran Islam ala Ahlussunah wal Jama’ah.

Gambaran Strategi

Ada dua gambaran strategi untuk mengarahkan IPNU pada tiga titik tersebut.

Strategi melalui pendekatan Struktural. Pendekatan struktural ini bisa melalui jalur politik, birokrat, struktur desa, struktur pesantren maupun struktur sekolah.

Strategi melalui pendekatan Kultural. Pendekatan kultural ini lebih ditekankan kepada pendekatan langsung (face to face). Atau pun melalui model pengemasan yang harus lebih segar, gaul, trendy, agamis, dll.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar